Jaksa menyita uang Rp 79 miliar terkait kasus dugaan korupsi pertambangan nikel pada wilayah tambang PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara.
Uang tersebut disita dari tersangka dan beberapa pihak dalam kasus yang menjerat mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai salah satu tersangka.
“Penyidik Kejati Sulawesi Tenggara mengumumkan hasil penyitaan berupa uang dalam perkara tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel pada WIUP (wilayah izin usaha pertambangan) PT Antam Tbk di Blok Mandiodo, Konawe Utara,” kata Asisten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Sultra, Ade Hermawan, dalam keterangannya, Kamis (24/8/2023).
Uang yang disita itu terdiri atas pecahan rupiah, dolar Singapura, dan dolar Amerika Serikat (AS). Berikut rinciannya:
1. Rp 59.275.226.828
2. SGD 1.350.000 setara dengan Rp 15.273.900.000
3. USD 296.700 setara dengan Rp 4.539.510.000
“Sehingga total yang telah berhasil disita Penyidik sejumlah Rp 79.088.636.828 (Rp 79 miliar),” katanya.
Ade mengatakan uang tersebut disita dari rekening tersangka dan beberapa pihak yang terkait dengan perkara tersebut. Namun jaksa belum merinci dari rekening siapa saja uang itu disita. “Di mana peran yang bersangkutan adalah memberikan satu kebijakan yang terkait dengan Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara seluruhnya Rp 5,7 triliun,” ujar Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam konferensi pers di Kejagung.
“Akibat pengurangan/penyederhanaan aspek penilaian tersebut maka PT Kabaena Kromit Pratama (PT KKP) yang tidak lagi mempunyai deposit nikel di Wilayah IUP nya mendapatkan kuota pertambangan ore nikel (RKAB) tahun 2022 sebanyak 1,5 juta metrik ton, demikian juga beberapa perusahaan lain yang berada di sekitaran Blok Mandiodo,” ucapnya.
Sementara, HJ bersama dengan tersangka SW selaku Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan EVT selaku evaluator serta tersangka YB selaku Koordinator RKAB telah memproses permohonan RKAB PT KKP dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo tanpa mengacu pada aspek penilaian yang ditentukan oleh Keputusan Menteri ESDM Nomor 1806. Mereka diduga mengacu pada perintah tersangka Ridwan berdasarkan hasil rapat terbatas tanggal 14 Desember 2021.