Ribuan Buruh Gerebek Kawasan Patung Kuda, Kawal Putusan Uji Formil UU Cipta Kerja di MK

Posted by : Thing October 2, 2023

Ribuan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) memadati kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Selasa (2/10/2023).

Kedatangan para buruh ini untuk mengawal putusan uji materi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi.

Para buruh membawa bendera dari organisasi-organisasi serikat pekerja buruh, mereka telah berkumpul sejak jam 10.00 WIB.

Tak hanya itu para buruh terlihat cukup terkoordinir berbaris dengan rapi.

Tepat di depan Jembatan Penyeberangan Orang di kawasan Patung Kuda terpasang banner tuntunan dari Partai Buruh.

Tuntutan tersebut berbunyi Cabut Omnimbus Law Cipta Kerja. Naikan upah minimum 2024 sebesar 15 persen. Sementara itu ditemui di lokasi Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengungkapkan bahwa aksi buruh hari ini bakal diikuti 10.000 pengunjuk rasa.

Berdasarkan jadwal sidang di situs resmi MK ada lima gugatan soal UU Cipta Kerja yang putusannya akan dibacakan hari ini.

Selain Partai Buruh, para pemohon lainnya ialah gabungan serikat buruh.

Adapun nomor perkara uji materi UU Cipta Kerja adalah: 40/PUU-XXI/2023, 41/PUU-XXI/2023, 46/PUU-XXI/2023, 50/PUU-XXI/2023, dan 54/PUU-XXI/2023.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menganggap dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Pertama, pemohon mendalilkan bahwa penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU oleh DPR melanggar konstitusi karena dilakukan pada masa sidang keempat, padahal perppu itu diteken Presiden Joko Widodo pada masa sidang kedua.

Mahkamah menganggap wajar jika DPR butuh waktu lama untuk menetapkan perppu itu menjadi undang-undang, sebab Perppu Ciptaker bersifat omnibus yang mencakup 78 undang-undang lintas sektor. Majelis hakim juga menilai, parlemen tidak buang-buang waktu untuk mereview perppu itu sejak menerima surat presiden.

Kedua, pemohon menilai bahwa penerbitan perppu itu tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa. Akan tetapi, MK mengamini argumen pemerintah yang disampaikan dalam persidangan, bahwa Perppu Ciptaker itu genting untuk diteken.

Kegentingan itu berupa “krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu dikarenakan (salah satunya faktor pemicu) adanya Perang Rusia-Ukraina serta ditambah situasi (pasca) krisis ekonomi yang terjadi karena adanya pandemi Covid-19”.

Perdebatan soal kegentingan yang memaksa itu, menurut Mahkamah, sudah selesai ketika DPR menyetujui penetapan Perppu Ciptaker menjadi undang-undang.

Ketiga, soal ketiadaan partisipasi bermakna publik dalam pembentukan undang-undang itu, MK juga menilainya tak beralasan menurut hukum. Menurut majelis hakim, partisipasi publik yang bermakna tidak dapat dikenakan pada undang-undang yang sifatnya menetapkan perppu, sebab perppu membutuhkan waktu cepat untuk diundangkan karena kegentingan yang memaksa.

Hal itu diputuskan dalam sidang pembacaan putusan yang dihadiri 9 hakim konstitusi, Senin (2/10/2023). Kendati demikian, empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo, berselisih pandangan (dissenting opinion).

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan perkara nomor 54/PUU-XXI/2023.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menganggap dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Pertama, pemohon mendalilkan bahwa penetapan Perppu Ciptaker menjadi UU oleh DPR melanggar konstitusi karena dilakukan pada masa sidang keempat, padahal perppu itu diteken Presiden Joko Widodo pada masa sidang kedua.

Mahkamah menganggap wajar jika DPR butuh waktu lama untuk menetapkan perppu itu menjadi undang-undang, sebab Perppu Ciptaker bersifat omnibus yang mencakup 78 undang-undang lintas sektor. Majelis hakim juga menilai, parlemen tidak buang-buang waktu untuk mereview perppu itu sejak menerima surat presiden.

Kedua, pemohon menilai bahwa penerbitan perppu itu tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa. Akan tetapi, MK mengamini argumen pemerintah yang disampaikan dalam persidangan, bahwa Perppu Ciptaker itu genting untuk diteken.

Kegentingan itu berupa “krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu dikarenakan (salah satunya faktor pemicu) adanya Perang Rusia-Ukraina serta ditambah situasi (pasca) krisis ekonomi yang terjadi karena adanya pandemi Covid-19”.

Perdebatan soal kegentingan yang memaksa itu, menurut Mahkamah, sudah selesai ketika DPR menyetujui penetapan Perppu Ciptaker menjadi undang-undang.

Ketiga, soal ketiadaan partisipasi bermakna publik dalam pembentukan undang-undang itu, MK juga menilainya tak beralasan menurut hukum. Menurut majelis hakim, partisipasi publik yang bermakna tidak dapat dikenakan pada undang-undang yang sifatnya menetapkan perppu, sebab perppu membutuhkan waktu cepat untuk diundangkan karena kegentingan yang memaksa.

“Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat, telah ternyata proses pembentukan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 secara formil tidak bertentangan dengan UUD 1945,” ujar hakim konstitusi Guntur Hamzah membacakan pertimbangan putusan.

“Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 6 Tahun 22023 tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, dalil-dalil permohonan para pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” lanjutnya.

Sebagai informasi, perkara ini diajukan oleh 15 pemohon berbentuk serikat/konfederasi serikat buruh, dengan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana cs sebagai advokat.

Pada sidang pembacaan putusan hari ini, masih terdapat 4 perkara sejenis yang putusannya belum dibacakan.

RELATED POSTS
FOLLOW US