Alasan MA mempertimbangkan riwayat hidup terdakwa kasus pembunuhan berencana Ferdy Sambo, sehingga mengubah vonis mati menjadi pidana seumur hidup.
Hal itu sejalan dengan amanat Pasal 8 ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
Saat menjabat sebagai Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan jabatan terakhir sebagai Kadiv Propam, Sambo dinilai pernah berjasa kepada negara dengan berkontribusi ikut menjaga ketertiban dan keamanan serta menegakkan hukum di tanah air dan telah mengabdi sebagai anggota Polri kurang lebih 30 tahun.
Sambo dinilai secara tegas mengakui kesalahannya dan siap bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan sehingga selaras dengan tujuan pemidanaan yang ingin menumbuhkan rasa penyesalan bagi pelaku tindak pidana.
“Bahwa dengan pertimbangan tersebut, dihubungkan dengan keseluruhan fakta hukum perkara a quo, maka demi asas kepastian hukum yang berkeadilan serta proporsionalitas dalam pemidanaan, terhadap pidana mati yang telah dijatuhkan judex facti kepada terdakwa perlu diperbaiki menjadi pidana penjara seumur hidup,” demikian tertuang dalam salinan lengkap putusan perkara nomor: 813 K/Pid/2023 dilansir dari laman MA, Senin (28/8).
Perkara ini diadili oleh ketua majelis kasasi Suhadi dengan hakim anggota masing-masing Suharto, Jupriyadi, Desnayeti dan Yohanes Priyana. Hakim agung Jupriyadi dan Desnayeti mempunyai pendapat berbeda atau dissenting opinion dan tetap ingin Sambo divonis mati.
Menurut MA, judex facti tidak salah dalam menerapkan hukum. Judex facti telah mengadili Sambo dalam perkara a quo sesuai hukum acara pidana yang berlaku serta tidak melampaui kewenangannya.
Berdasarkan keterangan para saksi, pendapat para ahli, khususnya ahli poligraf, ahli balistik, ahli digital forensik, ahli DNA forensik dan ahli kedokteran forensik, alat bukti surat, alat bukti elektronik dan keterangan terdakwa, dihubungkan dengan barang bukti, diperoleh fakta hukum bahwa Sambo terbukti melakukan tindak pidana “melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama.”
“Bahwa terhadap alasan kasasi penuntut umum yang memohon agar putusan judex facti dikuatkan tidak dapat dibenarkan karena bukan merupakan obyek formal alasan kasasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP,” kata hakim.
Alasan MA membatalkan vonis mati Sambo juga karena memperhatikan tujuan dan pedoman pemidanaan menurut ilmu hukum pidana, serta politik hukum pidana nasional pasca diundangkannya UU 1/2023 tentang KUHP.
Pidana mati dipandang sebagai pidana khusus, bukan lagi sebagai pidana pokok, sehingga semangat politik hukum pemidanaan di Indonesia telah bergeser dari semula berparadigma retributif/pembalasan/lex stalionis menjadi berparadigma rehabilitatif yang mengedepankan tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, pemasyarakatan/rehabilitasi, penyelesaian konflik/pemulihan keseimbangan, penciptaan rasa aman dan damai serta penumbuhan penyesalan terpidana.
“Maka, dengan mengingat seluruh rangkaian terjadinya peristiwa pembunuhan berencana yang dilakukan terdakwa terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat perlu dilihat kembali secara jernih, arif dan bijaksana dengan mengedepankan asas objektifitas dan proporsionalitas kesalahan terdakwa terhadap perbuatan yang telah dilakukan, sehingga penjatuhan pidana kepada terdakwa dalam perkara a quo haruslah betul-betul mempertimbangkan berbagai aspek baik filosofis, sosiologis dan normatif hingga dirasakan adil dan bermanfaat, tidak hanya bagi korban/keluarganya, tetapi juga bagi terdakwa dan masyarakat pada umumnya dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kepastian hukum yang berkeadilan,” ucap hakim.
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dan ternyata pula putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-undang, maka permohonan kasasi dari pemohon kasasi I/penuntut umum dan pemohon kasasi II/terdakwa tersebut dinyatakan ditolak dengan perbaikan,” sambungnya.