Pemerintah akan mengatur pembelian LPG 3 kg dengan cara mendata dan mencocokkan data pengguna. Mulai 1 Januari 2024 hanya pengguna yang telah terdata saja yang boleh membeli LPG 3 kg.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan kebijakan ini bertujuan agar subsidi yang diberikan pemerintah lebih tepat sasaran atau dinikmati sepenuhnya oleh kelompok masyarakat tidak mampu.
“Pendataan konsumen pengguna LPG 3 kg ini merupakan tindak lanjut Nota Keuangan Tahun Anggaran 2023 yang menyatakan komitmen pemerintah melakukan langkah-langkah transformasi subsidi LPG 3 kg menjadi berbasis target penerima dan terintegrasi dengan program perlindungan sosial secara bertahap dengan mempertimbangkan pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat,” kata Tutuka dalam keterangan resmi, Rabu (23/8/2023).
Keputusan Dirjen Migas No. 99.K/MG.05/DJM/2023 tentang Penahapan Wilayah dan Waktu Pelaksanaan Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran.
Tutuka menegaskan dalam pendataan ini tidak ada pembatasan dalam pembelian LPG 3 kg. Para pembeli di Pangkalan hanya perlu membawa KTP dan/atau Kartu Keluarga, dan apabila sudah terdata dalam sistem hanya cukup membawa KTP untuk pembelian selanjutnya. Khusus untuk pengguna Usaha Mikro diperlukan tambahan foto diri di tempat usaha.
Sosialisasi program transformasi pendistribusian LPG 3 kg tepat sasaran kepada Lembaga Penyalur telah selesai dilaksanakan sebanyak lima kali, mulai 6 Maret sampai 3 Juli 2023 di 411 Kabupaten/Kota yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, Kalimantan dan Sulawesi.
Sebelumnya di 2022 Pertamina juga telah melaksanakan uji coba sistem di 5 kecamatan yaitu Kecamatan Cipondoh (Kota Tangerang), Kecamatan Ciputat (Kota Tangerang Selatan), Kecamatan Ngalian (Kota Semarang), Kecamatan Batu Ampar (Kota Batam), dan Kecamatan Mataram (Kota Mataram).
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan subsidi LPG 3 kg tepat sasaran, pemerintah bersama Kepolisian dan Pertamina terus meningkatkan pengawasan dan memberikan sanksi terhadap Agen, Pangkalan atau oknum yang melakukan pelanggaran seperti pengoplosan LPG 3 kg ke LPG nonsubsidi.
“Selain merugikan negara dan masyarakat yang berhak, pengoplosan juga berbahaya bagi keselamatan masyarakat,” tegas Tutuka.
Bentuk-bentuk lain penyalahgunaan LPG 3 kg adalah penimbunan, penjualan melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah Daerah, penjualan/pengangkutan ke wilayah yang bukan wilayah distribusi (lintas Kabupaten/Kota atau wilayah belum terkonversi minyak tanah ke LPG 3 kg), serta kegiatan pengangkutan LPG 3 kg menggunakan kendaraan yang tidak terdaftar di Agen.
Oleh karena itu perlu dilakukan penyempurnaan mekanisme pendistribusian LPG 3 kg yang saat ini berlaku. Pencatatan transaksi secara manual dalam logbook pangkalan rawan manipulasi sehingga tidak mampu menunjukkan profil pengguna LPG 3 kg yang sesungguhnya.
“Proses pendataan dan pencocokan data pengguna yang sedang berlangsung diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut. Selain itu akan dilakukan pemetaan lokasi dan jumlah sub penyalur serta keberadaan pengecer LPG 3 kg,” beber Tutuka.
Pemerintah juga akan melakukan survei langsung untuk memastikan masyarakat kurang mampu mendapatkan LPG 3 kg. Pemerintah Daerah diharapkan ikut serta melakukan pengendalian ketersediaan LPG 3 kg dalam jumlah memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.
“Proses transformasi ini tentu tidak mudah karena pasti banyak hambatan dan tantangan di lapangan. Tapi juga bukan sesuatu hal yang tidak mungkin dilakukan melalui komitmen kita bersama. Untuk itu, dukungan dari Agen dan Pangkalan, serta masyarakat umumnya menjadi faktor kunci keberhasilan pendataan atau registrasi ini,” tutur Tutuka.