Ketidakpastian ekonomi global masih akan terus membayangi perekonomian di tanah air. Namun, kuatnya permintaan domestik saat ini dinilai masih mampu menahan gejolak faktor eksternal yang berasal dari global tersebut.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ekonom Senior Raden Senior kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (8/6/2023).
Raden menjelaskan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia 60% ditopang oleh konsumsi masyarakat. Sejak kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dicabut oleh pemerintah pada akhir 2022 silam, aktivitas dan mobilitas masyarakat perlahan mulai pulih.
Pertumbuhan ekonomi pun, kata Raden sukses mencatatkan pertumbuhan di atas 5% secara enam kuartal berturut-turut. Sehingga, Raden meyakini, ekonomi Indonesia tahan dari gejolak eksternal.
“Dampaknya (gejolak ekonomi global) secara umum relatif mild. Bahwa ada ancaman itu mestinya sudah diantisipasi. Eksternal factor ini relatif jauh lebih kecil dampaknya ke Indonesia,” jelas Raden.
“Memang konsumsi penopang terbesar, konsumsi ini bisa mencapai 60% dari PDB (Produk Domestik Bruto) kita,” kata Raden lagi.
Tidak seperti Singapura, Thailand, atau Malaysia, yang dimana perekonomiannya didominasi oleh aktivitas ekspor. Sehingga ketahanan ekonomi mereka dari faktor eksternal lebih rentan.
Stabilitas ekonomi pun saat ini masih terus terjaga, dengan inflasi yang mulai melandai pada Mei 2023 ke level 4% (year on year/yoy), lebih rendah dari level inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 4,33% (yoy).
Inflasi Mei melandai sejalan dengan pola musimannya dimana harga barang biasanya akan terjun setelah Lebaran. Bahkan, tak jarang jika satu bulan setelah Lebaran biasanya terjadi deflasi.Sebagai catatan, Hari Raya Idul Fitri tahun ini jatuh pada 21/22 April.
Defisit APBN 2023 pun, kata Raden kemungkinan akan menyentuh di bawah 3%, atau lebih tepatnya 2,7% hingga 2,8% dari PDB. Sehingga semestinya masih ada ruang bagi pemerintah untuk mendorong perekonomian.
“Sehingga ada ruang 1% dari pemerintah untuk mendorong perekonomian, dengan menstimulasi sektor-sektor yang padat karya . Itu yang saya harapkan dilakukan pemerintah saat ini,” jelas Raden.
Bank Dunia atau World Bank pun memperkirakan perekonomian dunia dalam kondisi kegentingan pada periode 2023-2024. Ditunjukkan dari rendahnya proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2023 yang sebesar 2,1% dan 2024 hanya 2,4%, jauh di bawah estimasi pertumbuhan 2022 sebesar 3,1%.
Penyebabnya dampak lanjutan dari tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral di berbagai negara, khususnya negara-negara maju yang telah naik tinggi sejak satu setengah tahun terakhir.
Pemerintah pun memutuskan untuk mengubah asumsi dasar ekonomi makro dalam pembahasan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2024.
Mulanya, dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024 pertumbuhan ekonomi dipatok sebesar 5,3%-5,7%, namun kini menjadi di rentang 5,1%-5,7% setelah disepakati oleh Pemerintah dan Komisi XI DPR.
sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20230608135147-4-444204/dunia-makin-kacau-balau-ri-masih-bisa-aman-nih