Dolar AS Sudah Tembus Rp 15.600, Siap-siap Beli Barang Ini Jadi Makin Mahal

Posted by : Thing October 8, 2023

Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat terhadap rupiah belakangan ini. Sempat berada di level Rp 14.670 pada akhir April, mata uang Paman Sam kini sudah menyentuh Rp 15.610 per 6 Oktober 2023.

Menguatnya dolar AS terhadap rupiah diprediksi berdampak pada kenaikan harga komoditas, utamanya barang impor. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mencontohkan produk elektronik hingga obat-obatan bisa naik imbas dolar yang menguat.

“Ya obat-obatan, elektronik, dalam kurun waktu ke depan harga-harganya bisa lebih mahal,” katanya Sabtu (7/10/2023).

Dampak lainnya juga bakal terasa bagi bahan bakar minyak (BBM), yang mana Indonesia masih mengimpornya. Pada akhirnya sektor transportasi juga akan terdampak.

“Yang berdampak signifikan saat dolar menguat adalah barang-barang impor bakal lebih mahal kan. Nah kemudian harga minyak tinggi, kemarin BBM non subsidi dinaikan. Ini berdampak pada komoditas yang ada pada transportasi,” jelasnya.

Hal senada disampaikan analis pasar uang Lukman Leong yang menyebut produk harga produk impor bisa terkerek. imbasnya terjadi inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.

“Dampak terutama pada produk impor yang berbasis dolar, terutama BBM. Hal ini bisa kembali memicu kenaikan pada harga barang-barang impor dan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat,” terang Lukman.

Sementara itu, pengamat pasar uang Ariston Tjendra berpendapat, menguatnya dolar AS tak lepas dari kebijakan suku bunga acuan AS tahun ini. Apalagi kebijakan moneter AS menjadi perhatian pelaku pasar global. Penguatan nilai dolar AS diprediksi terjadi hingga akhir tahun 2023, atau awal tahun 2024.

“Kebijakan suku bunga acuan AS menjadi pemicu utama penguatan dollar AS tahun ini. Kebetulan kebijakan moneter AS menjadi perhatian pelaku pasar global,” ujarnya (7/10/2023).

“Dollar AS mempengaruhi transaksi global. Transaksi pembayaran valas global yang memakai dollar AS masih tinggi sekitar 46% menurut data Swift, dibandingkan nilai tukar lainnya. Selain itu dolar AS juga memegang sekitar 60% cadangan devisa global. Jadi ketergantungan dunia terhadap dolar AS masih tinggi,” lanjutnya.

Ia menyebut kenaikan suku bunga acuan AS akan mendorong kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS. Obligasi pemerintah AS menjadi aset investasi aman yang menarik pelaku pasar.

“Pelaku pasar tentu lebih senang berinvestasi di aset yang aman dibanding aset yang berisiko bila menghasilkan imbal hasil yang kurang lebih sama, sehingga dolar AS menguat. Ekspektasi kebijakan suku bunga tinggi ini masih didukung oleh kondisi bahwa Bank Sentral AS masih mengkhawatirkan tingkat inflasi AS yang masih belum turun ke level target 2%,” bebernya.

Selain itu isu perlambatan ekonomi global dengan tingginya inflasi akibat kebijakan suku bunga tinggi, krisis utang, serta perang Rusia-Ukraina juga memberikan sentimen negatif ke aset berisiko seperti rupiah dan mendorong pelaku pasar masuk ke aset aman seperti dolar AS.

RELATED POSTS
FOLLOW US