Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, intensitas fenomena iklim El Nino kali ini diprediksi tidak akan meningkat lagi menjadi lebih kuat.
Di mana, kata Dwikorita, El Nino diprediksi akan bertahan pada level moderat hingga Desember 2023-Januari-Februari 20234. Di saat bersamaan, Indian Ocean Dipole (IOD) positif diperkirakan akan bertahan hingga akhir tahun 2023.
Dwikorita menjabarkan hasil monitoring dan analisis yang dilakukan BMKG, grafik indeks anomali suhu muka air laut menunjukkan, sejak bulan Maret, April, dan Mei 2023, telah terjadi El Nino lemah.
Intensitasnya terus menguat hingga menukik di bulan Agustus ke level moderat. Level ini diprediksi akan stabil moderat sampai bulan Desember 2023.
“Dan, diprediksi tidak akan naik menuju (El Nino) kuat. Tapi, semakin menurun, yaitu di bulan November-Desember 2023. Masih bertahan El Nino sampai Februari 2024 tapi sudah menuju lemah. Tahun depan, bulan Maret, masih El Nino tapi sudah lemah semakin menuju netral,” jelasnya.
Prediksi itu, imbuhnya, juga serupa dengan prediksi yang dikeluarkan oleh lembaga BMKG di negara-negara di dunia, seperti Jepang, Amerika, Australia, dan Inggris.
“Prediksinya sama. Dalam artian trennya sama. Ada yang lebih tinggi dari Indonesia, tapi trennya sama,” kata Dwikorita.
Menurut Dwikorita, dengan dimulainya musim hujan, yang secara umum diprediksi awalnya sudah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, menyebabkan pengaruh El Nino yang tadinya kuat menjadi menurun.
“Sekarang, karena angin timuran atau monsun Australia yang membawa angin dingin tapi kering, ditambah pengaruh dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, menyebabkan pembentukan hujan awan lebih rendah dari biasanya. Ketiga fenomena alam ini saling menguatkan menyebabkan kemarau lebih kering,” papar Dwikorita.
“Insya Allah, November nanti, angin dari Asia akan masuk dan membawa uap air. Akibatnya, pengaruh El Nino akibat efek dari Samudera Pasifik, ditambah pengaruh dari Samudera Hindia, menjadi lebih rendah. Karena angin dari baratan atau monsun Asia tadi, artinya kalah dengan masuknya musim hujan,” terangnya.
BMKG mencatat, hingga akhir bulan Agustus 2023, sebanyak 78,5% Zona Musim (ZOM) sudah memasuki musim kemarau.
Dan, lanjutnya, sebagian wilayah di Indonesia, pada akhir Agustus 2023 sudah memasuki musim hujan.
“Monsun Asia diprediksi mulai aktif memasuki wilayah Indonesia pada November 2023, namun datang lebih lambat dari biasanya,” kata Dwikorita.
“Awal musim hujan 2023/2024 umumnya diprakirakan pada bulan Oktober-Desember 2023, di sebanyak 477 ZOM (68,2%). Sementara, puncak musim hujan 2023/2024 umumnya diprakirakan pada bulan Januari-Februari 2024, sebanyak 385 ZOM (55,1%),” pungkasnya.